Selasa, 01 Februari 2011

KONDOM, Solusi AIDS? Apa Kata Dunia.??

KONDOM, Solusi AIDS?

HIV/AIDS (Human Immunedeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) masih meresahkan masyarakat. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, pada semester I tahun 2009, kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta mencapai 2.810 orang dan meninggal 425 orang. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan tahun 2008 yang hanya 439 orang.

Kemudian, jika dipersentasekan, jumlah penderita HIV/AID karena penggunaan jarum suntik secara bergantian mencapai 71 persen, hubungan seks bebas 23 persen, dan sisanya enam persen karena faktor lain-lain.

Sampai saat ini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya menghambat proses pertumbuhan virus sehingga jumlah virus dapat ditekan.

Menjelang peringatan Hari HIV/AIDS sedunia, 1 Desember 2009, biasanya pembagian kondom di jalan-jalan dan tempattempat hiburan semakin marak. Mereka beranggapan bahwa kondom adalah satu-satunya solusi yang dapat meminimalisasi penyebaran HIV/AIDS. Padahal, program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia melalui kondomisasi yang diadopsi dari strategi United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome (UNAIDS) dan World Health Organization (WHO) ternyata tidak mampu mencegah penjangkitan ataupun penyebaran penyakit berbahaya ini.

Hal ini karena kondom terbuat dari bahan dasar karet atau lateks, yakni senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti mempunyai serat dan berpori-pori. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat tiap pori berukuran 70 mikron, yaitu 700 kali lebih besar dari ukuran HIV yang hanya berdiameter 0,1 mikron.

Sebenarnya, pangkal penyebaran penyakit terkutuk ini adalah kemaksiatan manusia dengan meluasnya perzinaan, pelacuran, dan seks bebas. Penyakit ini merupakan produk busuk dari sistem liberal kapitalis. Jalan satu-satunya adalah menjauhi seks bebas dan menghukum dengan tegas para pelakunya, termasuk menutup sarana-sarana pelacuran yang bertopeng hiburan dan budaya. Sistem kapitalisme sekuler memang tidak pernah mampu memberikan solusi atas kerusakan kehidupan sosial yang terjadi saat ini.

Terkait meningkatnya penderita HIV/AIDS ini, para kapitalis sekuler malah memberikan solusi palsu, seperti kesadaran penggunaan kondom yang tiada lain upaya pelegalan berzina. Sementara itu, perzinaan sebagai akar dari kerusakan tersebut dibiarkan. Padahal, perzinaan ini sesuatu yang dimurkai Allah SWT.

Sudah nyata berbagai kerusakan yang menimpa negeri ini akibat kaum Muslim berpaling dari peringatan Allah SWT, yakni berpaling dari syariah. Perzinaan marak di negeri ini, risikonya pun telah nyata. Dalam Islam hukuman bagi para pelaku perzinahan sangat tegas, tetapi malah diabaikan. Karena itu, satu-satunya solusi untuk mencegah enyebaran virus HIV/AIDS adalah dengan membuang demokrasi yang memang memberikan jaminan atas kebebasan berperilaku, termasuk seks bebas, sekaligus memberlakukan hukum Islam secara tegas, antara lain hukuman cambuk atau rajam atas para pelaku seks bebas (perzinaan). Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para pengguna narkoba. Sebab, di samping barang haram, narkoba terbukti menjadi alat efektif (mencapai 62%) dalam penyebarluasan HIV/AIDS. Lebih dari itu, sudah saatnya Pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah (syariah Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah keberkahan dan kebaikan hidup—tanpa AIDS dan berbagai bencana kemanusiaan lainnya—akan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat diraih.
Sriana Nurfirman
Jl. Syiariddin I No.39C Pasar Minggu Jakarta Selatan
0882 1053 1797